Tuesday 13 September 2016

"Till Death Do Us Part" is a BIG Deal


Akhir-akhir ini, gua sering banget denger-denger kabar kalo si anu sama anu udah putus, si ini sama ini uda putus, si itu dan itu udah putus. Dan lucunya, putus itu tidak mempengaruhi kehidupan mereka sama sekali. Putus pada akhirnya cuma sebatas ngapus semua foto-foto bareng, delcont, unfollow, dan galau-galau sementara. Lah, bukankah putus seharusnya menandakan kehilangan dan kegagalan. Putus yang tidak berarti apa-apa menandakan hubungan yang tidak serius bukan? Sejak kapan pacaran dan putus jadi sesimple ini?

Ok, lo boleh bilang kalo gua orang kolot atau gimana, tapi gua adalah satu dari sekian banyak orang yang memandang pacaran sebagai hal yang serius. Gua gak setuju dengan temen-temen gua yang setiap kali gua dilema tentang apakah seseorang itu cocok buat gua atau enggak, gua cinta atau enggak, atau mau lanjut atau enggak, bakal cuma bilang "Coba pacaran aja. Kan cuma pacaran, bukannya suru lo langsung nikah."
Yap! Gua gak setuju dengan mindset seperti itu.

Yang gua tahu, pacaran itu persiapan untuk menikah kan? Suatu jenjang sebelum pernikahan? Artinya yang namanya pacaran seharusnya dipikirkan dengan serius. Dengan siapa, dan planning masa depan seperti apa yang kalian punya. Sama seperti apa pun yang kita lakukan didalam hidup, kita juga seharusnya punya tujuan yang jelas dalam berpacaran. Bukannya cuma ngejalanin gitu doang.

Jujur, gua adalah salah satu dari sekian banyak cewe didunia yang lebih banyak ngabisin waktu gua di toko buku dari pada di toko baju, yang lebih suka ada dirumah ditemenin buku-buku dari pada dandan, dan yang (Sering kali) lebih suka namatin novel yang ada ditangan dari pada ngambil hp dan nge-chat someone.

Yang artinya, kalo gua mau menyisihkan waktu gua buat have fun bareng buku-buku gua demi seseorang, gua mau memastikan dulu apakah dia adalah orang yang benar-benar tepat.

Mama gua pernah bilang, susah banget buat ngedapatin situasi dimana orang yang lo suka bisa suka sama lo juga, atau lo bisa suka sama orang yang suka sama lo.

Here is the thing.
Menurut gua, justru karena kita susah banget suka sama orang yang suka sama kita juga, mendapati situasi itu jadi langkah banget. Karena itu langkah, makanya kita bisa bener-bener tau, kalo setiap kali situasi langkah itu terjadi, artinya ada sesuatu yang harus kita pelajari dan jalani.

Sesuatu yang menjadi inspirasi gua nulis ini adalah pertengkaran malam hari yang gua denger dari rumah sebelah. Ada sedikit rasa sedih dan takut sewaktu mendengar semua teriakan dan makian yang mereka keluarkan. Hati gua mulai bertanya-tanya, apakah ini yang namanya pernikahan? Saat kedua orang yang telah dipersatukan oleh janji "Till death do us part" mulai berubah, atau mungkin memperlihatkan diri mereka yang sebenarnya.

Gua rasa, rasa pernikahan itu tidak seindah hanya mengucapkan janji suci. Malahan sebuah kalimat sederhana seperti "Saya bersedia" telah menjadi simbol terikatnya kita dengan seseorang. Kalimat sederhana itu juga telah mengikat dua keluarga dengan latar belakang yang berbeda.


Ok, gua memang cuma gadis 19 tahun yang bahkan gak pernah ngerasain apa itu cinta yang sesungguhnya, dan dengan sesuka hati nulis tentang cinta. Tapi gua yakin, akan ada seseorang diluar sana yang pada akhirnya akan jadi lebih penting dari pada semua novel yang gua baca, yang semua kisah yang keluar dari mulutnya akan menjadi lebih menarik dari pada kata-kata di buku, yang menikmati waktu dengannya menjadi lebih menyenangkan dari pada baca novel, yang gua rasa menjalani suka duka lalu beradaptasi dengan semua kebiasaannya akan menjadi harga yang tidak seberapa dibanding menjalani setiap detik kehidupan bersamanya.

Yap, Sama seperti yang gua bilang di Love ain't Simple, gua rasa, pacaran juga gak sesederhana "I Love You" dan "Yes". Pernikahan juga gak sesimple mengucapkan janji didepan altar. Semua itu perlu usaha, perlu persiapan, kerelaan hati, pengorbanan, dan lebih dari semua itu, cinta.



Salam, Felicia

No comments :

Post a Comment